Friday, 25 May 2018

Well come to kampus umn online bkt

Adsense Indonesia
Selamat datang di kampus online bkt

           
Selamat datang putra /putri terbaik Indonesia

 Kami siap menbantu anda dalam proses belajar dengan cepat dan biaya yang murah 












Kasus RS Harapan Kita terkait kode etik
Ilustrasi-RS Harapan kita. (hospitalnow.net)
Kalau kami baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Zainal Abidin mengatakan, kasus yang berkaitan dengan gangguan kenyamanan pasien di Rumah Sakit Harapan Kita terkait erat dengan kode etik.

"Kalau kami baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien. Ada fungsi sosial di dalamnya," kata Zainal usai konferensi pers tentang persiapan Tim Tanggap Bencana (TTB) IDI menghadapi bencana banjir di Kantor PB IDI, Jakarta Pusat, Sabtu.

Berdasarkan kode etik dan undang-undang itu, Zainal mengatakan semua sarana dan prasarana rumah sakit harus difungsikan untuk mendukung kegiatan utamanya, yakni pelayanan kesehatan.

"Mempromosikan pelayanan kesehatan di Indonesia adalah hal yg baik, tapi tidak boleh mengganggu pelayanan kesehatan," kata dia.

Tanggapan PB IDI tersebut ditujukan pada kasus kematian Ayu Tria Desiani (9), penderita leukimia (kanker darah), di Intensive Critical Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Anak dan Ibu Harapan Kita Jakarta, Rabu (26/12) yang pada saat itu, sinetron "Love in Paris" juga tengah melakukan pengambilan gambar di sana.
"Tetapi yang saya tahu, tuntutan pihak keluarga pasien tidak menyinggung tentang pelayanan rumah sakit, tapi lebih ke soal gangguan kenyamanan," kata Zainal.

Meskipun demikian, Zainal menambahkan sikap IDI adalah tegas agar kasus serupa tidak terjadi lagi dengan menghimbau para produser film maupun sinetron untuk membuat prosedur yang baik mengenai adegan mengenai rumah sakit, dokter, maupun yang berkaitan dengan kesehatan.

"IDI berkali-kali mengimbau pembuat film maupun sinetron untuk membuat karya yang berkualitas. Jangan mengganggu pelayanan rumah sakit dan tidak menggambarkan kebodohan dokter di Indonesia yang hanya dengan stetoskop bisa memvonis kanker," kata dia.

"Kalau perlu buatlah studio semirip mungkin dengan rumah sakit kalau memang ingin menghasilkan karya yang berkualitas," tambahnya.

Terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan RS Harapan Kita, Zainal mengatakan IDI tidak memiliki wewenang untuk menindak lebih lanjut karena rumah sakit berada di bawah Kementerian Kesehatan.

"Kalau yang bermasalah adalah dokter, maka kami memiliki wewenang untuk menindak lebih lanjut. Karena itu, tanggapan ini merupakan pendapat kami dari IDI dan semoga bisa menjadi pelajaran berharga bagi para dokter agar jangan sampai terulang," kata dia.








Menuntut RS Estomihi Medan  

Rumah Sakit Estomihi Medan (estomihi-rs.com)
GRESNEWS.COM - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan dikabarkan menerima pengaduan dari suami istri Dudi Iskandar dan Jesi Isabela. Mereka mengadukan tindakan Rumah Sakit Estomihi Medan yang menelantarkan anak mereka yang bernama Rizky Ramadhan (6 bulan) hingga meninggal dunia, Rabu (6/3). LBH Medan mengatakan rumah sakit tersebut telah melanggar Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.https://www.tokopedia.com/storebkt?sort=10

Peristiwa terjadi Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB. Dudi dan Jesi membawa Rizky ke Rumah Sakit Estomihi dengan maksud untuk berobat. Sesampainya mereka di rumah sakit tersebut, ternyata pihak rumah sakit tidak langsung memberikan perawatan intensif dan hanya dibiarkan saja di ruang UGD. Ini terjadi karena pihak Rumah Sakit tidak mau mengobati sebelum adanya uang biaya pengobatan, perawatan dan penginapan sebesar Rp2 juta. Setelah menyanggupi untuk membayar Rp1 juta, barulah perawat menelepon dokter, tetapi dokter tersebut tidak kunjung datang, sehingga bayi itupun dimasukkan ke ruang ICU dan itupun dengan catatan membuat surat pernyataan kekurangan biaya Rp1 juta lagi harus dibayar. Karena dokter tak kunjung datang, akhirnya hanya beberapa perawat saja yang melakukan pengecekan dan menyatakan Rizky sakit diare parah.

Akhirnya sekitar pukul 00.30 WIB, Rizky dinyatakan meninggal dunia. Saat pihak keluarga ingin membawa jenazah bayi tersebut pulang, pihak rumah sakit meminta uang pelunasan sesuai dengan surat pernyataan tersebut sebesar Rp800 ribu baru bisa dibawa pulang. Jika tidak dibayar, bayi tersebut tidak bisa dibawa pulang, atau jika mau dibawa pulang harus ada jaminan sepeda motor ditinggal di rumah sakit. Setelah biaya tersebut dibayar, pihak rumah sakit kembali meminta biaya Rp200 ribu untuk mobil ambulans.

Lalu bagaimana pandangan hukum terhadap kasus ini?
Pasal 6 UU Rumah Sakit berbicara mengenai tanggung jawab pemerintah yang menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk:
  1. Menyediakan rumah sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
  2. Menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit bagi fakir miskin atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. Membina dan mengawasi penyelenggaraan rumah sakit;
  4. Memberikan perlindungan kepada rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab.
Perlu diketahui dulu apakah rumah sakit belum menangani bayi Rizky memang karena alasan biaya atau adanya keterbatasan fasilitas rumah sakit? Apabila rumah sakit terbukti melalaikan pasien karena masalah pembiayaan, rumah sakit dapat dikatakan melanggar Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi) pasal ke-3 yang menyatakan rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya. Apabila rumah sakit mengalami gugatan yang berkaitan dengan etik maka permasalahan tersebut ditangani oleh Komite Etik Rumah Sakit (KERS) yang merupakan suatu perangkat organisasi nonstruktural yang dibentuk dalam rumah sakit untuk membantu pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan Kodersi.

Adapun yang menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari KERS menurut Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia Persi-Makersi, yakni:
  1. Melakukan pembinaan insan perumahsakitan secara komprehensif dan berkesinambungan, agar setiap orang menghayati dan mengamalkan Kodersi sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing-masing di rumah sakit. Pembinaan ini merupakan upaya preventif, persuasif, edukatif, dan korektif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan atau pelanggaran Kodersi. Pembinaan dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, diskusi kasus, dan seminar;
  2. Memberi nasihat, saran, dan pertimbangan terhadap setiap kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pimpinan atau pemilik rumah sakit;
  3. Membuat pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang terkait dengan etika rumah sakit;
  4. Menangani masalah-masalah etik yang muncul di dalam rumah sakit;
  5. Memberi nasihat, saran, dan pertimbangan etik kepada pihak-pihak yang membutuhkan;
  6. Membantu menyelesaikan perselisihan/sengketa medis yang terjadi di lingkungan rumah sakit;
  7. Menyelenggarakan pelbagai kegiatan lain yang dipandang dapat membantu terwujudnya kode etik rumah sakit.
- See more at: http://www.gresnews.com/berita/analisis_hukum/192173-menuntut-rs-estomihi-medan/0/#sthash.K3O1MK7s.dpuf

No comments:

Post a Comment